Selasa, 21 September 2021

Hakikat Sastra

HAKIKAT SASTRA

Hakikat adalah segala sesuatu yang berada pada sesuatu yang paling dasar dari sebuah konstruksi pemikiran.

Dalam pendapat lain di kemukakan bahwasanya hakikat adalah sebuah akar. Pencairan sebuah hakikat tidak bisa dilakukan hanya pada bagian pembukaan, tetapi harus masuk kedalam relung-relung kedalaman. Jadi, kalau kita meninjau tentang hakikat, maka pertanyaan yang di ajukan adalah tentang pentingnya objek tersebut. Dalam bahasa filsafat, pertanyaan itu berbunyi, apa esensi dari karya sastra dan study sastra itu?

Di dalam pola berpikir manusia, pemahaman makna dari suatu objek dilihat dari istilah, asal usul istilah, fungsi dan kebergunaannya dalam konteks kehidupan sehari-hari.

PENGERTIAN ETIMOLOGI

Dalam bahasa indonesia , kata sastra itu sendiri berasal dari bahasa jawa kuna yang berarti tulisan. Istilah dalam bahasa jawa kuna berarti “ tulisan tulisan utama”. Sementara itu, kata “sastra” salam khazanah jawa kuna berasal dari bahasa sansekerta yang berarti kehidupan . akar kata bahasa sansekerta adalah sas yang berarti mengarahkan, mengajar atau memberi petunjuk atau instruksi. Sementara itu, akhiran tra biasanya menunjukkan alat atau sarana. Dengan demikian, sastra berarti alat untuk mengajar   atau buku petunjuk atau buku instruksi atau buku pengajaran. Di samping kata sastra, kerap juga kata susatra kita di beberapa tuisan, yang berarti bahasa yang indah-awalan su pada kata susastra mengacu pada arti indah.

         Teeuw dalam Sastra  dan Ilmu Sastra (1988) menyebutkan bahwa kata “literature” dalam bahasa inggris berasal dari bahasa yunani, yang bearti huruf. Dalam penggunaan masa lalu, literature mengacu pada susunan kata dalam tata bahasa dan puisi. Orang yang memahami tata bahasa dan puisi  di sebut dengan literatus.

         Dalam bahasa Prancis, kata “letter” mengacu pada kata sastra dalam bahasa indonesia. Kata Prancis itu hampir mirip dengan kata dalam bahasa Belanda, yakni geletterd. Dua kata itu memiliki makna yang sama, yakni orang yang berada dan memiliki kemakhiran khusus di bidang sastra. Berbeda dengan kata Prancis dan Belanda. Kata Jerman adalah schrifftum dan dichtung. Pengertian schrifftum mengacu pada segala hal yang tertulis sementara dichtung  terbatas pada tulisan yang tidak langsung berkaitan  dengan fakta –fakta aktual sehingga bisa di katakan imajinasai. Seorang penyair dalam bahasa Jerman di sebut dengan der Dichter atau die Dichter hal itu sekurang –kurangnya dijelaskan oleh A.Hauken (1932) dalam Kamus Jerman Indonesia (Jakarta: Gremedia Pustaka Utara (1992) .

          Rene wellek dan Austin Warren dalam Teori Kesusastraan (1992) menyebutkan bahwa sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Jadi, ilmuan sastra pada abad ke -14 dapat mempelajari proFesi kedokteran, gerakan planet pada abad pertengahan atau ilmu sihir di Inggris. Ilmuan sastra tidak terbatas pada tulisan atau manuskrip ketika mempelajari kebudayaan.

BACA JUGA : Menulis Puisi Lama

CIRI-CIRI SASTRA

Ciri-ciri dapat didefinisikan sebagai kekhasan yang melekat pada sebuah objek atau benda sehingga membedakannyya dengan benda-benda lain atau objek lain . lalu, apakah ciri- ciri sastra tersebut,yang membedakanya dengan yang lain.Jan Van Luxemburg (1984) dalam Pengantar Ilmu Sastra ( 1984:5) menyenbutkan ciri-ciri sastra khususnya kekhasaanya pada masa Romantik. Dia menyebut sebagai berikut :

1.       Sastra adalah sebuah ciptaan atau kreasi. Karena sastra adalah kreasi. Maka sastra bukanlah imitasi atau tiruan. Penciptanya disebut dengan seniman lantaran menciptakan sebuah dunia baru.

2.       Sastra bersifat otonom. Ini berati tidak mengacu pada sesuatu yang lain. Sastra tidak bersifat komunikatif. Sang penyair hanya mencari keseleraan di dalam karyanya sendiri. Dalil ini masih digunakan dalam setiap pendekatan sastra.

3.       Sastra memiliki unsur koherensi. Artinya, unsur-unsur di dalamnya memiliki keselarasan antara bentuk dan isi setiap isi berkaitan dengan bentuk atau ungkapan tertentu. Hubungan antara bentuk dan isi bersifat fleksibel.

4.       Sastra berisi tentang sintesis atau unsur-unsur yang selamaini dianggap bertentangan. Pertentangan tersebut terdiri atas pelbagai bentuk. Ada pertentangan yang di sadari, tanpa disadari, antara ruh dan benda, pria dan wanita dan seterusnya.

5.       Sastra berisi ungkaan-ungkapan yang ‘’tidak bisa terungkapkan’’. Penyair menghasilkan kata-kata untuk memotret sebuah fakta imajinatif yang tidak bisa digambarkan oleh orang lain. Ketika dijelaskan oleh sastrawan, maka fakta itu kemudian terlihat jelas oleh orang-orang awam atau pembaca. 

Karena ciri-ciri adalah unsur pembeda, maka sastra harus dibedakan dengan karya yang bukan sastra. Variabel kontrolnya adalah bahasa sebagai alat untuk menghasilkan karya. Di sini disampaikan perbedaan antara karya sastra dan karya ilmiah.

1.  Bahasa sastra bersifat konotasi. Konotasi adalah gaya bahasa yang berisi ungkapan-ungkapan tidak langsung tentang gagasan atau fakta-fakta tersebut. Arti kata denotasi terdapat dalam kamus bahasa sedangkan arti kata konotasi terdapat dalam kamus perumpamaan.

2.    Bahasa sastra bersifat homonim sedangkan bahasa ilmiah bersifat struktur. Homonim adalah kata-kata yang memiliki bunyi sama tetapi memiliki arti berbeda. Kata dalam sastra sering kali mengungkapkan tentang hal-hal yang bersifat ambigu atau taksa atau bertentangan. Struktur logis memiliki arti bahwa masing-masing kata atau susunan kata dalam kalimat adalah susunan logika. Kalimat yang memiliki logika disebut dengan proposisi.

3.  Bahasa sastra bersifat ekspresif sedangkan bahasa ilmiah bersifat logis. Ekspresi adalah ungkapan-ungkapan yang bersifat individual atau subjektif sedangkan logis adalah ungkapan-ungkapan yang harus di sesuaikan dengan kaidah-kaidah logika.

4.     Bahasa sastra lebih mementingkan simbol yang mewadahi gagasan-gagasan tertentu sedangkan bahasa ilmiah ketika mementingkan skema atau bagan-bagan untuk menjelaskan gagasan-gagasan tertentu (Wellek dan Warren ,199326)

5.     Bahasa sastra di ungkapkan secara estetis sedangkan bahasa ilmiah di ungkapkan secara normatif estetis memiliki arti keindahan sedangkan normatif memiliki arti sesuai dengan pemikiran umum. Jakop Sumardjo dan Saini KM dalam Apresiasi Kesusastraan (1988,16) juga mengemukakan  hal senada dengan pendapat Wellek dan Warren di masa di nyatakan bahasa sastra berkaitan dengan sisi ekspretif dalam pragmatis . smentara,bahasa-bahasa semacam itu ilmu di hindari oleh bahasa ilmiah. Karena itu, Sumardjo dan Saini KM menyebut karya sastra memiliki ciri (1) imajinatif, (2) estetis, dan (3) cara pegguaan yang khas. Berdasarkan ciri yang di ungkapkan oleh Sumardjo dan Saini KM tersebut, maka unsur yang belum ada dalam ciri Wellek dan Warren adalah ciri ekstetis (1988:16) .

 FUNGSI SASTRA DI TENGAH MASYARAKAT

Fungsi dapat di definisikan sebagai kedudukan yang dimiliki unsur-unsur di dalam sebuah struktur. Jadi,fungsi itu melekat pada unsur-unsur  yang berada dalam  sebuah kelompok yang   dinamakan dengan struktur. Adapun ketika kita membicarakan fungsi sastra maka pemikiran pertama yang muncul adalah apakah fungsi dari sastra tersebut? Bagaimana mendudukkan sastra sebagai sebuah fungsi di dalam struktur masyarakat.

Wellek dan Waren (26) menjelaskan bahwa fungsi sastra adalah sebagai berikut:

1.  Sebagai hiburan. Karya sastra adalah’’pemanis’’ dalam  kehidupan masyarakat sebab memberikan fantasi-fantasi yang menyenangkan bagi pembaca. Karena sebagai hiburan, dampak yang diperoleh adalah rasa senang.

2.      Sebagai renungan. Karya sastra difungsikan sebagai media untuk merenungkan nilai-nilai terdalam dari pembaca. maka pengalaman itu diungkapkan sedemikian rupa untuk memperoleh sari pati yang diinginkan

Sebagai bahasan pelajaran. Karya sastra difungsikan di tengah-tengah masyarakat sebagai media pembelajaran bagi masyarakat. Karya sastra menuntun individu untuk menemukan nilai yang diungkapkan sebagai benar salah. Karya sastra dikatakan sebagai’’indah dan berguna’’ atau dulce et utile.

4.   Sebagai media komunikasi simbolik. Luxemburg menyatakan bahwa karya seni adalah sebuah media yang dipergunakan manusia untuk menjalin hubungan dengan dunia sekitarnya(Luxemburg, 1994:47). Karena ini komunikasi simbolik, maka para penerima tidak bisa langsung menerjemahkan kata-kata sebagai arti denotatif, tetapi harus menggunakan instrumen konotatif.

5.   Sebagai pembuka paradigma berpikir. Sastra menurut Bronowski (1973:282) dijadikan sebagai media untuk membuka cakrawala masyarakat yang terkungkung oleh semangat zaman yang tidak disadarinya. Sastra menyadarkan masyarakat yang selama ini merasa berada dalam kenyataan yang sesungguhnya padahal sebetulnya hanya berada pada entitas yang mirip dengan kenyataan (kuasi-kenyataan).  

Tanaman Herbal Indonesia Dokter terkejut melihat hasil nya, racun dalam tubuh seperti : Rematik Kolesterol Asam Urat Semua sembuh total deng...