Konsep-konsep Ideal Dalam Budaya Sulawesi
Sebenarnya setiap suku bangsa mempunyai konsep ideal dalam
kebudayaannya sesuai pandangan hidupnya. Di daerah Minahasa di
Provinsi Sulawesi Utara; konsep mapalus adalah sangat menonjol dan
sangat terkenal. Konsep mapalus ini diterapkan pada setiap pekerjaan
berat apapun, di mana orang saling membantu untuk meringankan
pekerjaan, seperti pekerjaan di bidang pertanian, pembuatan rumah baru
dan lain-lain. Dalam pembuatan rumah, mereka bekerja sama untuk
penarikan kayu dari hutan. Di samping itu mereka juga bekerja sama
dalam pembuatan perahu dan peluncurannya kelaut.
Di samping hal-hal tersebut di atas, mapalus juga dipraktekkan dalam
menghadapi hal-hal penting, seperti kematian, perkawinan dan perayaan
lainnya, untuk kepentingan rumah tangga dan komunitas, saling
membantu dan kerja sama berdasarkan prinsip repositas. Suatu bantuan
yang diberikan dalam suatu kegiatan, berupa tenaga, barang-barang
ataupun uang, bersama dengan bentuk-bentuk penghormatan dan
penghargaan, harus selalu disadari dan diberikan balasannya; apabila
seseorang melalaikan hak maka ia dianggap orang yang 'tidak baik' dan
bilamana ia pada suatu waktu mengalami suatu hal yang memerlukan
bantuan, maka orang lain tidak akan mau atau setengah hati
membantunya.
Sifat istimewa dari mapalus ini, karena laki-laki dan perempuan
sama-sama bergerak dalam pelaksanaan sesuatu pekerjaan mapalus
dalam mendirikan rumah baru, misalnya mulai dari penebangan kayu
sampai kepada mendirikan rumah, selalu dalam keadaan harmonis dan
gembira dengan ciri khas Minahasa . Demikian juga mapalus dalam
pertanian, seperti penanaman padi sampai kepada menuai hasilnya selalu
dalam keadaan harmonis dan gembira. Masyakarat Minahasa memang
terkenal periang dan gembira. Kegembiraannya selalu diiringi dengan
nyanyian dan tari. Tari, nyanyi dan makan minum menjadi sifat istimewa
ketika mapalus dilaksanakan.
Seperti telah disebutkan di atas, bahwa kesadaran akan kesatuan
tempat asal seperti sekarang, sekampung, sekecamatan melahirkan
berbagai bentuk perkumpulan sosial baik di Manado maupun di kota-kota lain di luar Minahasa.
Banyak dari organisasi sosial yang seasal ini juga bersifat keagamaan, atau perkumpulan arisan atau kumpulan uang (Kalangie dalam Koentjaraningrat).
Ketaatan orang Gorontalo untuk mematuhi peraturan yang cukup
besar dan budi pekerti mereka yang baik. Pembunuhan dan penganiayaan
sampai mati, jarang sekali terjadi begitu pula pencurian. Keselamatan
orang dan harta benda dapat dinikmati dengan rasa puas. Perkakas rumah
dan hasil tanaman dapat dihampiri oleh siapapun, termasuk hewan
seperti: kuda berjalan bebas di daratan. Orang jarang atau tidak pernah
mendengar bahwa ada sesuatu yang dicuri, lagipula dalam tahun-tahun
terakhir tidak ada perkara yang dimajukan di kalangan Mahkamah
Kerajaan yang mengadili kejahatan besar.
Dalam kehidupan orang Kaili di Sulawesi Tengah. tergambar pada
kebudayaan kemasyarakatan kekeluargaan yang terjalin dalam peristiwa-peristiwa perkawinan atau pilihan jodoh.
Perkawinan yang membentuk keluarga batih menjadi peristiwa kehidupan yang dipandang salah satu yang sangat penting dalam perjalanan kehidupan sebagai To-Kaili.
Peristiwa ini dipandang penting, karena berbagai hal dalam kehidupan
ikut ditentukan. Perasaan harga diri, martabat pribadi, keluarga dan
kelompok kaum ikut dipertaruhkan dalam penyelenggaraan perkawinan
itu. Selain dari itu, penampilan status dan kedudukan seseorang dalam
masyarakat juga turut ditampilkan. Acara perkawinan itu sering kali
mewujudkan luapan perasaan dalam persekutuan, sebagai bukti
pentingnya perjodohan dalam kehidupan pribadi dan kehidupan
kelompok perkauman. Keberhasilan seseorang melaksanakan perjodohan
mewarnai kehidupan pribadinya sesuai dengan pola-pola yang terdapat
dalam kebudayaan persekutuan itu.
Selanjutnya sejumlah ungkapan dalam bahasa Kaili memperlihatkan
begitu pentingnya masalah perkawinan itu dalam kehidupan orang Kaili.
Di antara ungkapan-ungkapan itu adalah :
(I) Mombali Tanda Tuvu, berarti perkawinan itu memberi bukti tentang
hidup. Maksudnya perkawinan itu menghasilkan keturunan sebagai
bukti bahwa seseorang pemah hidup di dunia ini.
(2) Mompakalue Posalara, berarti perkawinan itu memperluasjartngan
kekeluargaan.
(3) Mompakabasaka Rante Ri Tambolo, artinya perkawinan itu
melepaskan rantai yang melilit leher orang tua,jadi arti perkawinan
menunjukkan seseorang atau sepasang suami istri pemah hidup di
dunia yang dibuktikan dengan adanya keturunan. Keturunan ini
sebagai pelanjut tradisi kehidupan keluarga dan mengembangkan
jaringan kekerabatan82•
Sebagaim"ana diketahui bahwa orang Toraja mendiami daerah
Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. Di Sulawesi Selatan, orang
Toraja bertempat tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Luwu,
Kabupaten Polewali-Mamasa dan Kabupaten Mamaju. Kerukunan dalam
kekeluargaan masyarakat Toraja masih sangat kuat. Hal ini kita dapat
lihat dalam upacara pendirian atau perbaikan Tongkonan mereka serta
upacara kematian. Persatuan dalam kekerabatan orang Toraja masih
sangat kuat. Orang-orang yang seketurunan bersatu di tongkonan mereka,
terutama dapat dilihat pada upacara rambu tuka (sukacita) dan upcara
rambu solo' (dukacita). Jadi pada masa hidupnya orang Toraja bersatu
padaTongkonan dan ketika merekameninggal dunia, merekajuga tetap
bersatu di Liang (kuburan adat keluarga) yang biasa disebut Tongkonan
Tongmerambu atau Tongkonan Tak berasap83 . Konsep persatuan dan
gotong royong merupakan konsep ideal yang masih dipertahankan
dengan kuat dalam masyarakt orang Toraja sampai dewasa ini.
Selanjutnya konsep budaya ideal berupa sirik terdapat pada suku
bangsa Bugis, Makassar dan mandar. Konsep budaya sirik ini
memberikan dampak aplikatifterhadap segenap tingkah.laku nyata bagi
segenap pemangku budayasiriktersebut. Tingkah laku ini dapat diamati
sebagai perwujudan kebudayaan dan konsep sirik ini merupakan inti
kebudayaan orang Bugis, Makassar dan Mandar. Sebagai inti kebudayaan
ia mengandung lima anasir (I) ade', (2) bicara, (3) warik, (4) q1ppang,
dan (5) sarak. Kelima anasir ini disebut pangngadereng (Bugis) dan
Pangngadakkang (Makassar) dan itulah yang menjadi sumber sekalian
tingkah laku dalam membangun seluruh aspek kebudayaan rohaniah dan
kebudayaan fisik.
Lebih jauh sirik merupakan sumber motivasi yang mendorong
seseorang anggota masyarakat Bugis, Makassar dan Mandar untuk pada
suatu saat dalam hidupnya berbuat sesuatu yang sangat nekad dengan
memilih mengorbankan milik hidupnya yang terakhir, yaitu "nyawa",
yang kerapkali dikembalikan kepada konsep budaya sirik. la rela
mengorbankan aoa saja demi tegaknya sirik. lni merupakan satu
kesadaran tentang nilai "martabat" yang didukung o'leh setiap orang
dalam tradisi kehidupan orang Bugis, Makassar dan Mandar. la juga
merupakan kesadaran kolektifyang sangat peka dan dibebankan kepada
setiap orang anggota persekutuan hidup untuk membangunnya,
mempertahankannyam dan menegakkannya.
Dalam naskah (Lontaraq) Bugis-Makassar terdapat berbagai
ungkapan yang menunjukkan bahwa sirik bukan semata-mata berpangkal
pada peluapan emosi. Pada persekutuan hidup, desa, wanua, ataupun
tana, terdapat orang pertama tempat sirik itu harus dipelihara,
dikembangkan dan dibela. Tiap-tiap anggota persekutuan yang
dipimpinnya, merasa dirinya bersatu dengan pimpinannya, karena sirik
yang dimiliki bersama. Antara pemimpin dan yang dipimpin terlihat oleh
satu kesatuan martabat diri yang menimbulkan sikap pesse (Bugis) atau
pacce (Makassar) yang dapat dinamakan solidaritas yang kuat.
Selain sirik sebagai sumber motivasi, sirik juga merupakan etos
kebudayaan yang berperan sebagai dinamisator dalam hidup sautu
kebudayaan . Setiap kebudayaan ada intinya yang memberi warna kepada
tata kehidupan dalam persekutuan hidup kemasyarakatan. Dalam pengertian ini, sirik mengandung nilai-nilai universal. Sirik dimiliki oleh semua umat manusia yang membina kebudayaannya sepanjang sejarah kemanusiaan dan dengan penamaannya masing-masing. Akan tetapi
aksentuasi pernyataan-pernyataan berbeda-beda pada setiap kebudayaan,
ruang dan waktu.
Menurut Mattulada, sirik pada orang Bugis-Makassar, kalau itu benar
masih potensial untuk dapat menemukan reorientasi dan transformasi
ke dalam interpretasi yang dapat melengkapi etos kebudayaan nasional
Pancasila, serta segenap unsur-unsurnya merupakan darah daging pribadi
sirik, maka sirik itu niscaya dapat menjadi daya dorong yang sangat besar bagi umat manusia.